Mengenal Andre Gurutta Haji Muhammad Yahya, Sosok Ulama dengan Daya Ingat yang Tajam

MAKASSAR — Sosok Al-hafiz Andre Gurutta Haji Muhammad Yahya dikenal sebagai ulama yang sangat langka. Ia merupakan sosok penting yang secara konsisten menjaga ketersambungan generasi penghafal Al-Qur’an. Karena amalannya tersebut, dianggap menjadi penyebab sehingga AG. H.M. Yahya dikaruniai daya ingat yang sangat tajam dan kemampuan menjaga hafalannya.

Al-hafiz Andre Gurutta Haji Muhammad Yahya dilahirkan di Belawa pada 22 Juli 1930. Anre gurutta menikah pada tahun 1953 dengan Hj. Ummul Khaer. Dikarunia 7 puteri-puteri, masing-masing Hj. Yusriah Yahya, Dra. Nurdianah Yahya, Bahijah Yahya, S.Ag, NailahYahya, S.Ag serta tiga putera yang meninggal ketika masih bayi.

AG. H.M. Yahya belajar pertama kali khususnya baca tulis Al-Qur’an, massara baca, dasar-dasar ilmu agama, dan menghadapkan hafalan Al-Qur’an kepada AG. K.H. Muhammad Yunus Martan, Pimpinan Pondok Pesantren As’adiyah pada tahun 1961 hingga 1986. Sosok Pemimpin revolusioner yang menjadikan As’adiyah tersebar hingga memiliki ratusan cabang di berbagai belahan nusantara.

AG. H.M. Yahya yang bertindak sebagai pelayan utama AG. K.H.M. Yunus Martan ketika bersafari dakwah atau kunjungan ke cabang. Beliau pernah dipercaya sebagai sekretaris Anre Gurutta Haji Muhammad Yunus Maratan.

Selebihnya pernah dipercaya sebagai bendahara. Namun dengan tugas utama membina Tahfidzul Qur’an As’adiyah. AG. H.M. Yahya rela mengundurkan diri sebagai PNS dan memilih bekerja sesuai tugas yang diamanahkan oleh AG. K.H.M. Yunus Martan. Pada tahun 1988 Ag. Yahya diberikan amanah sebagai Ketua Departemen Qurra wal-Huffadz pada awal masa kepemimpinan AG. K.H. Abdul Malik, hingga beliau wafat.

Beliau istiqomah membina dan melahirkan para penghafal Al-Qur’an hingga tidak pernah ikut dalam hiruk pikuk dunia luar selain menghafal Al-Qur’an. Beliau juga berhasil membangun karakter santri, di antaranya kedisiplinan, kebersamaan, kesungguhan, kasih sayang, penghargaan, kesabaran, kemandirian, kejujuran, dan kesetaraan.

Berkah keteguhannya As’adiyah memiliki ribuan murid penghafal Al-Qur’an yang tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya yang kini menjadi Imam Rawatib Masjid Istiqlal Jakarta. H. Martomo Malaing.

Pada hari Selasa, 4 Juli 2017, Sebuah kehilangan besar menyelimuti Tanah Bugis, di usianya yang ke-88, Al-hafiz Anregurutta Haji Muhammad Yahya, sang pelita Al-Qur’an, menutup mata untuk selamanya, kembali kepada Sang Pencipta. Tiada lagi senyum teduh dan bimbingan lembut darinya di dunia ini.

Kepergiannya meninggalkan lubang kosong yang takkan mudah terisi di hati umat. Di bawah langit Sengkang, di pekuburan Islam Jara’ Tempe, jasad sucinya kini beristirahat, menanti janji Ilahi, sementara jejak kebaikan dan, ilmunya terus mengalir. Di tengah tangisan para murid dan sanak keluarga, semangatnya untuk Al-Qur’an akan terus hidup dalam setiap hafalan yang beliau cetak.

Kisah perjalanan hidup beliau diabadikan dalam sebuah buku persembahan para santrinya, Buku yang bukan sekadar catatan biografi, melainkan bukti cinta dan penghormatan dari murid-muridnya kepada sosok guru yang telah mengabdikan hidupnya untuk melahirkan generasi penghafal Al-Qur’an. Sebuah buku yang berjudul ‘Pencetak Penghafal Al-Qur’an di Tanah Bugis: Ag. H. Muhammad yahya’. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *