Tindaklanjuti Persoalan Sampah Plastik, PBNU Terbitkan Buku

Jakarta, nusaline.com

Salah satu persoalan yang dibahas pada Musayawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat pada 27 Februari-1 Maret 2019 adalah tentang bahaya sampah plastik.

Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PBNU mengaku sudah menindaklanjutinya dengan mensosialisasi ke Kemenko PMK  (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan). Setelah pertemuan dengan Kemenko PMK, LPBI PBNU bekerja sama dengan Lembaga Bahtsul Masail PBNU membuat buku tentang pengelolaan sampah. Menurutnya, buku tersebut menargetkan terjadinya revolusi mental dalam persoalan sampah.

“Itu salah satu dari tindak lanjut dari hasil Munas,” kata Direktur Bank Sampah Nusantara LPBI PBNU, Fitri di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (20/06/2019).

Menurut Fitri, di antara isi buku itu ialah tentang kondisi sampah terkini, berbagai kegiatan NU yang berbicara tentang bahaya sampah plastik, dan hasil-hasil Munas.

Selain ke Kemenko PMK, LPBI PBNU juga telah menemui pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). KLHK sangat mengapresiasi hasil Munas-Konbes NU dengan cara menyebarluaskan melalui website atau kegiatan-kegiatannya.

“Pak Nov (Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar) bilang ini perlu disosialisakan,” ucapnya.

Menurutnya, keputusan NU tentang sampah plastik tersebut semakin menegaskan bahwa organisasi yang berdiri pada 31 Januari 1926 itu tidak hanya berbicara tentang sosial keagamaan, tapi juga peduli tentang persoalan lingkungan. 

Keputusan atas persoalan sampah plastik dari forum tertinggi kedua setelah Muktamar NU itu, ialah menetapkan bahwa produsen atau industri yang tidak mengelola sampah kemasan ataupun produksinya boleh disanksi oleh pemerintah. Sanksi tersebut merupakan kebijakan yang mengandung kemaslahatan umum sekaligus menghilangkan kemudlaratan dari rakyat.

Selain itu, ditetapkan juga hukum haram membuang sampah sembarangan, terutama sampah plastik, apabila nyata-nyata (tahaqquq) atau diduga (dzan) membahayakan lingkungan. Hukum menjadi makruh apabila kemungkinan kecil (tawahhum) membahayakan lingkungan.

Persoalan yang dibahas oleh tim bahtsul masail komisis waqi’iyah ini juga membolehkan masyarakat memboikot perusahaan yang tidak mengelola dan menanggulangi sampah kemasan atau produksinya, selama membeli bukanlah sebuah kewajiban. Sedangkan ketika mengakibatkan dampak negatif yang disebabkan kurang seriusnya pengelolaan sampah, maka semua pihak harus bertanggungjawab atas masalah sampah tersebut. (usm/NU Online).

Tinggalkan Balasan