Tiga Persen Prajurit TNI Terpapar Radikalisme, PBNU Sebut Lampu Kuning

Jakarta, nusaline.com

Wakil Sekretaris Jenderal PBNU M Imdadun Rahmat menyatakan bahwa tingkat radikalisme di Indonesia memasuki lampu kuning atau waspada, sehingga pemerintah dan semua elemen masyarakat tidak boleh merespons masalah persebaran virus radikalisme dengan santai.

“Tingkat radikalisme di Indonesia lampu kuning. Mereka (kelompok radikal) tidak hanya sukses mengilfiltrasi masyarakat biasa, tapi komunitas khusus seperti TNI pun bisa ditembus,” kata Imdad Kamis (20/06/2019).

Pernyataan Imdad ini merespons Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang menyebut bahwa sebanyak tiga persen prajurit TNI terpapar radikalisme dan tidak setuju terhadap ideologi negara, Pancasila.

Menhan Ryamizard menyebutkan, data yang dimiliki Kemenhan menunjukkan, selain prajurit TNI yang sudah terpapar radikalisme, ada sebanyak 23,4 persen mahasiswa setuju dengan negara Islam/khilafah.

Kemudian, 23,3 persen pelajar SMA; 18,1 persen pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Sebanyak 19,4 persen PNS menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila; dan 19,1 persen pegawai BUMN tidak setuju dengan Pancasila. 

Menurut Imdad, jumlah tiga persen merupakan angka yang signifikan. Pasalnya TNI memliki kemampuan-kemampuan tertentu, seperti penggalangan propaganda ideologi, analisis dan intelijen, dan kehalian militer, yakni membuat, memperoleh dan menggunakan senjata.

“Oleh karenanya institusi TNI harus ekstra serius di dalam merespons masalah ini. Pemerintah juga harus bersama-sama (serius dalam merespons radikalisme) karena masyarakat umum yang terjangkit juga akan lebih besar lagi,” jelasnya.

Ia mengajak semua pihak, khususnya masyarakat awam agar peristiwa yang dilaporkan media Tempotentang warga negara Indonesia di Suriah menjadi pelajaran yang sangat berharga. Mereka, warga negara Indonesia di Suriah merupakan bukti bahwa ideologi yang disebarkan Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) utopis belaka. 

Para warga negara Indonesia yang di Suriah menyesal dan tertipu oleh konsep jihad, khilafah atau negara islam versi kelompok-kelompok radikal karena antara harapan dan realitas tidak sesuai.

“Mereka banyak yang menyesal dan tertipu. Ini menjadi pelajaran bagi yang belum terpapar radikalisme agar meninjau kembali pikiran, pandangan, dan afiliasi keagamaannya,” ucapnya.

Adapun orang-orang yang sudah terpapar radikalisme agar menyadari bahwa langkahnya salah, sehingga harus kembali kepada pagam-paham keagamaan yang moderat dan mengakui Pancasila sebagai dasar negaranya.

“Kembalilah kepada para ulama, kembalilah kepada otoritas keagamaan yang ijmaul ulama. Kembalilah ke pemerintah, dan kembalilah kepada pangkuan ibu pertiwi,” jelasnya. (usm/NU Online)


Tinggalkan Balasan