Di balik larangan-larangan Allah, tersimpan selaksa hikmah yang sangat besar sekaligus kemaslahatan bagi umat manusia itu sendiri. Ini artinya tidak ada yang sia-sia dalam setiap ketetapan-Nya. Begitu pun dalam larangan berzina.
Larangan tersebut salah satunya diumumkan dalam ayat berikut: “Dan janganlah kamu mendekati zina” (QS al-Isra [17]: 32).
Belum lagi yang diperingatkan melalui sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti yang diriwayatkan ‘Abdullah ibn ‘Abbâs, “Wahai para pemuda Quraisy, janganlah kalian berzina. Ingatlah, siapa saja yang menjaga kemaluannya, ia berhak mendapat surga,” (HR al-Hakim).
Ancaman hukumannya pun tidak ringan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dari hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman itu disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman,” (QS al-Nûr [24]: 2).
Melalui haditsnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menyatakan, “Tidak ada dosa yang lebih besar di sisi Allah, setelah syirik, kecuali dosa seorang lelaki yang menumpahkan spermanya pada rahim wanita yang tidak halal baginya,” (Ibnu Abi al-Dunya).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah pernah menceritakan mimpinya, “Sampai di suatu tempat seperti tungku pembakaran. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dan riuh. Ternyata di sana ada laki-laki dan perempuan telanjang. Tak berselang lama, datanglah lidah api dari bawah menuju mereka. Setelah lidah api itu mengenai mereka, mereka menjerit keras.
Ketika pemandangan itu ditanyakan, dijelaskan bahwa sejumlah laki-laki dan perempuan telanjang itu adalah para pezina,” (HR al-Bukhari).
Bahkan, keimanan para pezina pun dipertaruhkan, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan Abu Hurairah, “Tidaklah seorang berzina bila dirinya beriman,” (HR al-Bukhari).
Maka darinya, perzinaan dicap oleh Allah sebagai perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk,” (QS al-Isra’ [17]: 32).
Ayat ini jelas merupakan larangan berzina, walaupun sekilas hanya terlihat larangan mendekatinya saja. Justru di sinilah letak kehebatan bahasa Al-Quran. Sebab umumnya, setelah mendekati sebab-sebab dan hal-hal yang menjurus kepada perzinaan, seseorang akhirnya berzina. Maka jauhilah sebab-sebab atau hal-hal yang menjurus tersebut!
Ilmu kedokteran juga telah mengungkap bahwa perzinaan, seks bebas, dan homoseksual mengancam kesehatan manusia dengan berbagai macam penyakit berbahaya yang sulit diobati, seperti HIV/AIDS, sipilis, dan gonorhoe.
Sebagaimana diketahui, HIV sendiri merupakan virus yang menyebabkan penyakit AIDS dan menurunkan sistem kekebalan tubuh. Saat itulah penyakit, bakteri, dan virus lain dengan mudah menggerogoti kesehatan penderitanya. Juga telah diakui bahwa perempuan yang melakukan seks bebas dengan laki-laki yang terjangkit penyakit ini dipastikan akan tertular.
Boleh jadi ini pula sebagian dampak perzinaan yang dimaksud Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan ‘Abdullah ibn ‘Umar, “Wahai kaum Muhajirin, ada lima perkara yang apabila diuji dengan lima perkara itu—aku berlindung pada Allah—kalian akan mengetahui akibatnya.
Di antaranya, tidaklah tampak perbuatan keji seperti yang dilakukan kaum Nabi Luth (homoseksual) bahkan mereka berani terang-terangan, kecuali di tengah mereka akan merebak tha‘un dan berbagai penyakit yang belum pernah dialami para pendahulu mereka,” (HR Ibnu Majah).
Selain itu, perzinaan juga menyebabkan rusaknya garis keturunan. Maka, pantaslah Allah mewajibkan pemberian hukuman (had) bagi para pelakunya demi menjaga kehormatan mereka, menghindari kekacauan garis keturunan, dan menciptakan masyarakat yang bersih.
Dua dampak buruk lainya yang ditimbulkan akibat perzinaan dan seks bebas, juga pernah diungkap oleh Doktor al-Nasimi.
Pertama, lepasnya kendali manusia dalam memenuhi kebutuhan biologis, naluri, dan nafsunya. Juga tak diragukan hal itu dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan individu, menghancurkan eksistensi keluarga sebagai fondasi bangunan masyarakat.
Kedua, perzinaan dan seks bebas akan menyebabkan seseorang lari dari pernikahan yang sah dan tanggung jawab membangun keluarga yang merupakan fondasi bangunan masyarakat. Itulah yang membuat lepasnya ikatan masyarakat dan terbentuknya individu-individu yang amoral. (Lihat: Abdul Basith Muhammad al-Sayyid, al-I’jâz al-‘Ilmi fî al-Tasyrî‘ al-Islâmî, [Darul Kutub: Beirut], hal. 342).
Oleh sebab itu, supaya tidak terjerumus ke dalam lembah perzinaan, siapa pun yang telah mampu, terutama kaum muda-mudi, hendaknya segera menikah. Sekalipun belum siap, maka ikutilah tuntunan Rasulullah, sebagaimana yang dinyatakan dalam haditsnya:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وجاءٌ
Artinya, “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’at (menikah), maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menundukkan (menjaga) pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah penekan nafsu syahwat baginya,” (HR Muslim).
Demikianlah sekelumit tentang larangan, siksaan, dan bahaya perzinaan. Semoga bermanfaat.(NU Online)
Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Bara