Menag: Medsos Tempat Belajar dan Berbagi Kebajikan

Menag Lukman Hakim Saifuddin.

Jakarta, nusaline.com

Media sosial mengalirkan gelombang pasang informasi. Banyak pakar keilmuan juga mulai tergelitik untuk menuangkan gagasan pikirannya di jagat maya ini.

“Jadikan media sosial tempat belajar. Itu sekolah kedua bagi kita,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di Aston Kartika Hotel, Jalan Kyai Tapa No 101, Tomang, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Senin (24/06/2019).

Lebih lanjut, Lukman mengungkapkan bahwa media sosial merupakan sumber ilmu yang luar biasa guna meningkatkan kualitas dan kapasitas diri manusia. Meskipun demikian, ia mengingatkan agar dalam menangkap ilmu di medsos perlu cermat.

“Tapi kita juga harus cermat karena kaitannya dengan kabar yang perlu diverifikasi dan diklarifikasi, dua hal yang penting ketika kita menimba ilmu,” jelasnya.

Artinya, pengguna media sosial harus mengetahui dan memahami betul sumber asal kabar yang diterima olehnya. Hal tersebut penting guna memastikan apakah informasi tersebut berasal dari orang atau lembaga yang memiliki otoritas, ataukah ilmu yang diterima itu bersumber langsung dari pakar yang memiliki kapasitas.

“Harus yakin dari mana sumbernya,” kata pria kelahiran 25 November 1962 itu di hadapan 80 peserta dari berbagai ormas Islam, komunitas, lembaga, dan remaja masjid itu.

Sebab, menurutnya, peralihan kabar dari penerima hingga sumber awalnya itu sangat penting dalam tradisi khazanah keilmuan Islam.

Dalam persoalan hadits, misalnya, selain matan sebagai substansi materi, hal yang penting diperhatikan juga perawinya sehingga muncul kualitas hadis ditentukan oleh kekuatan para perawi tersebut.

“Poinnya adalah tradisi Islam sebenarnya sudah mengajarkan transformasi ilmu itu dijaga betul,” tegasnya dalam kegiatan yang digelar oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam itu.

Oleh karena itu, Lukman menekankan betul agar para peserta dan masyarakat pada umumnya dapat mengetahui referensi yang digunakan, ulama yang mana dan belajar kepada siapa. Sebab, hal itulah yang dilakukan oleh para pendahulu. 

Artinya, harus kritis terhadap konten sehingga berpikir ulang untuk membagikannya, apakah memberikan dampak positif ataukah justru sebaliknya, negatif. “Itulah cara para pendahulu kita bertanggung jawab pada transformasi,” pungkasnya.

Di samping itu, Lukman juga mengungkapkan bahwa media sosial menjadi wahana yang baik dalam menebarkan kebajikan bagi sesama umat manusia. 

Sebab, manusia terbaik, menurutnya mengutip sebuah ungkapan, adalah dia yang paling bermanfaat bagi sesamanya. “Sebaik-baik kita yang paling banyak menebarkan kemaslahatan, manfaat bagi sesama,” jelasnya. (NU Online)

Tinggalkan Balasan