Makassar, Nusaline.com – Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Provinsi Sulawesi Selatan, melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Seaweed Cafe, Jl. Anggrek Panakkukang, Makassar, Rabu (26/02/2020).
Kegiatan yang mengambil tema “Peran Organisasi Masyarakat Sipil dalam Mengatasi Masalah Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Kota Makassar” tersebut, mempertemukan 25 peserta yang terdiri dari kelompok masyarakat sipil, aktivis perdamaian, pemuka lintas agama, perwakilan pesantren, dan akademisi.
Direktur Eksekutif LAPAR Sulsel, Muh. Iqbal Arsyad mengatakan kegitan semacam ini penting untuk dilakuka, karena sebagai bentuk silaturahmi dan menyambungkan gagasan antar berbagai elemen masyarakat.
“Kita bersilaturahmi di sini untuk menyambungkan aksi anak muda yang bergelut di CSO dan gagasan dari para tokoh atau orang tua kita. Juga menerima masukan tentang apa yang harus dilakukan melihat situasi Makassar saat ini,” kata Iqbal.
Sementara, Prof. Qasim Mathar yang mewakili akademisi meminta adanya peran masyarakat sipil untuk terus menggandeng pemerintah.
“Kita ajak pemerintah konsisten terhadap konstitusi yang mengatur kebebasan beragama dan berkeyakinan. Fungsi pemerintah memelihara kebebasan beragama itu,” Ungkap Qasim.
Senada dengan itu, Ketua PGIW Sulselbara, Pdt. Adrie Massie berharap pemerintah memberikan banyakan perhatian terhadap isu KBB. Bukan hanya itu, Adrie yang juga sekaligus Wakil Ketua FKUB Sulsel turut menyoroti soal bidang pendidikan sebagai basis edukasi perdamaian.
“Pemerintah seharusnya memberikan banyak perhatian terkait KBB. Pendidikan agama, perlu diperkuat supaya generasi selanjutnya yang lebih baik,” Ujar Adrie
Selian itu, Direktur SP Anging Mammiri, Musdalifah mengaitkan momentum pilkada sebagai langkah yang tepat untuk memanfaatkan peran politik masyarakat sipil dalam mengkampanyekan isu KBB.
“Tahun ini Makassar akan menggelar Pilwalkot. Saya merasa, penting juga mengagendakan audiens dengan para calon walikota, sebagai ajang memanfaatkan peran politik organisasi masyarakat sipil. Lewat itu, kita bisa tahu komitmen para calon pada hak warga negara untuk mengekspresikan keyakinan beragamanya di hadapan publik,” Imbuh Musdalifa.
Di lain hal, Pengasuh Ponpes An-Nahdlah Makassar menyarankan agar konsep tentang kerukunan umat beragama bisa sampai ke level penegak hukum. Menurutnya, sampai hari ini belum ada konsep yang jelas bagi penegak hukum. Mengambil rujukan dari MUI pun belum tentu ada, malah di lembaga tersebut konsep tentang ukhuwahnya sama sekali belum matang.
“Penegak hukum tidak menerima informasi yang jelas tentang konsep hubungan seperti apa antara intra dan antar agama, yang memungkinkan terciptanya kerukunan. Penegak hukum harus punya konsep dan sikap netral terkait kerukunan beragama, serta ukhuwah. Nah rujukan ini bisa di dapat dari MUI, setelah organisasi itu juga menetapkan dengan jelas bagaimana konsep ukhuwah-nya”, pungkasnya.(RLS)