Jakarta, nusaline.com
Tokoh Muda Nahdlatul Ulama Heri Heryanto Azzumi menginisiasi pembentukan Forum Satu Bangsa (FSB). Forum tersebut dibentuk untuk mengawal dan menangkal perkembangan ideologi radikal serta untuk membatasi gerakannya.
Forum yang diisi oleh kaum muda NU itu berkomitmen menjaga ideologi bangsa sebagai dasar kehidupan bernegara. Pernyataan itu disampaikan deklarator FSB, Heri Heryanto Azzumi saat melakukan Konferensi Pers di Kantor FSB di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (18/06/2019).
“Ideologi radikal penting dilawan, karena sangat membahayakan. Menurut kami gejala gerakan kaum radikal di Indonesia ada kaitannya dengan pergolakan politik Pilpres dan Pileg yang digelar beberapa waktu yang lalu.
Bagaimana Pemilu dapat menarik anak-anak bangsa ke dalam polarisasi yang membahayakan. Pada sisi lain kerekatan ideologis Negara ini tengah ditantang oleh paham khilafah yang menawarkan model yang bertolak belakang dengan paham dan sistem negara nasional yang melindungi perbedaan dan keberagaman,” paparnya.
Pada perjalanannya, kata Heri, Forum Satu Bangsa (FSB) akan menyelenggarakan berbagai pertemuan, kajian, dan gerakan penangkalan ideologi radikal untuk mempersatukan kembali bangsa Indonesia dengan segala keragaman agama, etnis, budaya, kelas ekonomi dan sosial.
FSB lanjut Heri, berkomitmen membahas persoalan bangsa secara terbuka, bebas dari tabir disinformasi dan stigmatisasi yang bersumber dari kepentingan-kepentingan golongan yang tidak adil
Ia meyakini, meski secara kelembagaan HTI telah dibubarkan, namun para aktivis khilafah masih bergerak dengan propaganda yang semakin massif.
Bahkan gerakannya perlu diawasi karena bisa lebih berbahaya dari gerakan gerakan sebelumnya.
Misalnya, kaum radikal menyusup kerumunan kelompok masyarakat yang tujuannya untuk melakukan perpecahan pada agenda agenda Pemilu. Kendati demikian, Heri meyakini, keberadaan gerakan HTI hanyalah peringatan bagi bangsa Indonesia untuk semakin mencintai dan menjaga Indonesia.
Sebab, ancaman terbesar justru tertuju kepada fondasi negara itu sendiri, yakni para aparatur negara, khawatir sudah terpapar pemahaman yang bertentangan dengan Pancasila.
“Ancaman inilah yang dapat mengalihkan Bangsa Indonesia dari tujuan-tujuan strategis yang harus diperjuangkan,” tuturnya.
Ia menegaskan, Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim, namun sejak berdiri, para tokoh bangsa telah memutuskan Indonesia menganut sistem demokrasi dengan tidak menghilangkan nilai nilai dari semua agama yang ada.
“Untuk itu kewibawaan Indonesia sebagai bangsa yang mampu menjadi jembatan bagi seluruh dunia harus dibangkitkan kembali,” tuturnya. (usm/NU Online)