Gibah dalam kamus bahasa Indonesia adalah membicarakan keburukan (keaiban) orang lain. Menurut Dr. Yusuf al-Qardawi mengatakan, “Ghibah adalah keinginan untuk menghancurkan orang, keinginan menodai harga diri, kehormtan, kemuliaan orang lain, sedangkan mereka tidak ada di hadapannya, hal ini menunjukan kelicikannya, sebab sama dengan menusuk dari belakang serta pengumpatan ini berarti melawan orang yang tidak berdaya”.
Ulasan mengenai Ghibah telah diulas oleh Ustaz M. Tatam Wijaya pada NU Online. Seberapa berat ancaman dan dosa bagi orang-orang yang suka berbuat ghibah atau menggunjing? Surat Al-Hujurat ayat 12 menyatakan bahwa ghibah (membicarakan keburukan atau aib orang lain) sama saja dengan memakan daging bangkai saudara kita sendiri.
Adakah seorang di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya, (Surat Al-Hujurat ayat 12).
Diriwayatkan, pada zaman Rasulullah SAW bila ada orang yang berbuat ghibah, maka siksanya langsung diperlihatkan, sebagaimana yang terjadi pada dua orang wanita yang diperintah olehnya untuk memuntahkan darah kental dari mulutnya setelah menggunjing saudaranya.
Seiring banyaknya orang menggunjing, seperti sekarang ini, siksaan itu pun tak lagi diperlihatkan. Terlebih dosa besar itu sudah dianggap sebagai hal biasa dan lumrah terjadi.
Padahal, Rasulullah SAW sudah menyatakan bahwa dosa ghibah berat dari dosa zina:
الْغِيبَةُ أَشَدُّ مِنَ الزِّنَا . قِيلَ: وَكَيْفَ؟ قَالَ: الرَّجُلُ يَزْنِي ثُمَّ يَتُوبُ، فَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَإِنَّ صَاحِبَ الْغِيبَةِ لَا يُغْفَرُ لَهُ حَتَّى يَغْفِرَ لَهُ صَاحِبُهُ
Artinya, “’Ghibah itu lebih berat dari zina.’” Seorang sahabat bertanya, ‘Bagaimana bisa?’ Rasulullah SAW menjelaskan, ‘Seorang laki-laki yang berzina lalu bertobat, maka Allah bisa langsung menerima tobatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya,’” (HR At-Thabrani).
Tak hanya itu, diriwayatkan bahwa Allah pernah berfirman kepada Nabi Musa AS, “Siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan bertobat dari perbuatan ghibah, maka dia adalah orang terakhir masuk surga. Dan siapa saja yang meninggal dalam keadaan terbiasa beruat ghibah, maka dia adalah orang yang paling awal masuk neraka.”
Lebih bahaya lagi, kelak di akhirat orang yang suka ghibah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah oleh orang yang dighibahnya. Amal kebaikannya dibayarkan kepada orang-orang yang pernah dizaliminya, termasuk kepada orang yang telah dighibahnya.
Setelah amal kebaikannya habis, amal keburukan orang-orang yang dizaliminya ditimpakan kepada dirinya. Akibatnya, dia akan menjadi orang yang bangkrut, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah SAW dalam hadits berikut ini.
Suatu hari, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat, “Apakah kalian tahu siapakah orang yang bangkrut?” Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut di tengah kami adalah orang yang sudah tidak memiliki dirham dan harta benda lain.”
Ia menjelaskan, “Orang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa amal shalat, amal zakat, amal puasa, namun dia pernah mencaci si ini, menuduh si ini, makan harta si sini, menumpahkan darah si ini, memukul si ini sehingga yang ini dibayar dengan kebaikannya dan yang ini dibayar dengan kebaikannya. Setelah kebaikan-kebaikannya habis sebelum semua kezaliman terbayar, maka diambillah keburukan-keburukan mereka yang pernah dizaliminya lalu ditimpakan kepada dirinya. Akibatnya, dia dilemparkan ke dalam neraka.”
Demikianlah bahaya perbuatan ghibah yang selama ini kita anggap enteng. Mudah-mudahan, berkat uraian ini, kita semakin waspada terhadap segala bentuk perbuatan yang dapat menghapus amal kita, termasuk perbuatan ghibah.
Harapannya, agar amal kita selamat tidak ada yang menggerogoti dan diterima di sisi Allah SWT. Amin. Wallahu ‘alam. (Ustadz M Tatam Wijaya/Nu Online)