Mengucapkan Istigfar atau Melakukan Istigfar
(Corona: Istigfar tidak sekedar Ucapan)
Beristigfarlah. Ungkapan ini sering disampaikan oleh agamawan ketika memberi nasehat kepada orang yang dianggap melakukan maksiat atau melakukan dosa. Selanjutnya penerima nasehat jika sadar langsung mengucapkan “astagfirallahal adhim”.
Benarkah kita diperintahkan mengucap istigfar? Atau melakukan istigfar?
Ada salah satu ayat al Qur’an (Ali Imran 159) yang sangat menarik direnungkan:
فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِی ٱلۡأَمۡرِۖ
Ayat ini berisikan perintah Allah agar Rasulullah (1) memberikan maaf, (2) memohonkan ampun dan (3) mengajak bermusyawarah pada kaumnya.
Perintah mengajak musyawarah tentu dilaksanakan oleh Rasululllah dengan mengajak orang tertentu bermusyarah tentang berbagai hal. Jadi ada tindakan nyata yaitu “perbuatan bermusyawarah”. Demikian pula perintah memaafkan, tentu ada tindakan yaitu mengapuskan dosa-dosa kaumnya.
Nah, kalau istigfar? Apa yang dilakukan Rasulullah? Masak mengucapkan istigfar? Atau melakukan istigfar? Saya menduga, Rasulullah melakukan istigfar. Apa wujudnya?
Istigfar, seringkali dijadikan salah satu media taubat. Bagaimana cara taubat, ya baca istigfar? Benarkah? Ya tidak sepenuhnya salah.
Taubat berbeda dengan pengakuan dosa. Taubat lebih tinggi dari sekadar pengakuan dosa. Jika orang mengatakan “saya telah berbuat salah” itu bukan taubat tetapi pengakuan dosa. Disebut taubat jika setelah mengakui kemudian ada upaya memperbaikinya (iqla’) dan mengembalikan kepada keadaan sebelum terjadinya dosa.
Itulah makna taubat, yang salah satu artinya adalah “kembali”. Taubat kepada Allah, artinya kembali kepada Allah. Taubat dari korupsi artinya mengakui bahwa ia korupsi, mengembalikan semua uang korupsi dan memperbaiki dampak korupsinya.
Taubat dari ilegal loging artinya mengakui bahwa ia telah menebangi pohon secara zalim, mengebalikan kayu-kayu yang sudah ditebangnya, dan memperbaiki dampak dan kerugian dari ilegal loging yang telah dilakukannya.
Jadi, taubat dari korupsi dan ilegal loging bukan dengan mengucapkan taubat atau mengucapkan astagfirullahal adhim. Tetapi melakukan taubat dan melakukan istigfar.
Istigfar hakikatnya adalah menutup kembali (as-satru) sesuatu yang berlubang akibat dosa yang dilakukannya. Ketika orang melakukan dosa baik kepada individu (hak individu) maupun pada kepentingan umum atau kaslahatan umum (hak Allah) maka ia telah membuat lubang baik kepada individu maupun kepada kepentingan umum. Maka istigfar dari kedua dosa itu bukan dengan mengucapkan astagfirullahal adhim, melaikan menututup lubang kesalahan itu. Itulah istigfar.
Jadi istigfar dari kesalahan ilegal loging ya dengan menanam kembali pohon. Istigfar dari khiyanah terhadap jabatan adalah dengan melakukan kembali kerja-kerja yang sudah diamanahkannya.
Jadi antara taubah dan istigfar ada hubungan yang tidak bisa dipisah. Taubat berupaya mengembalikan pada keadaan semula, dan istigfar menutup kerugian dan dampak dari dosa yang dilakukannya.
Jika anda korupsi atau ilegal loging atau menghianati jabatan, maka “ucapan astagfirullahal adhim” tidak ada maknanya. Bermakna jika anda mengembalikan dan memperbaiki dampaknya. Wallahu A’lam.
Situbondo, 4 April 2020.
Kiai Imam Nakha’i, Dosen Fikih-Ushul Fikih di Ma’had Aly Salafiyah-Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.