Al-Hikam Pasal 6: Doa dan Ijabah

لاَ يَــكُنْ تَــأَخُّرُ أَ مَدِ الْعَطَاءِ مَعَ اْلإِلْـحَـاحِ فيِ الدُّعَاءِ مُوْجِـبَاً لِـيَأْسِكَ؛ فَـهُـوَ ضَمِنَ لَـكَ اْلإِجَـابَـةَ فِيمَا يَـخْتَارُهُ لَـكَ لاَ فِيمَا تَـختَارُ لِـنَفْسِكَ؛ وَفيِ الْـوَقْتِ الَّـذِيْ يُرِ يـْدُ لاَ فيِ الْـوَقْتِ الَّذِي تُرِ يدُ
“Janganlah karena keterlambatan datangnya pemberian-Nya kepadamu, saat engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa, menyebabkan engkau berputus asa; sebab Dia telah menjamin bagimu suatu ijabah (pengabulan doa) dalam apa-apa yang Dia pilihkan bagimu, bukan dalam apa-apa yang engkau pilih untuk dirimu; dan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau kehendaki.”

Syarah

Doa adalah sebuah bentuk ibadah. Dan dalam Al-Quran, Allah memerintahkan kepada kita untuk berdoa kepada-Nya—dan Dia Ta’ala pasti kabulkan.

Bacaan Lainnya

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ

Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” – Q.S. Al-Mu’min [40]: 60

Tanda seorang mukmin sejati adalah: lebih yakin dengan apa yang ada di Tangan Allah daripada apa yang dapat diusahakan oleh tangannya sendiri. Ketika doa yang kita panjatkan seolah tidak mendapat pengabulan dari Allah Ta’ala, disitu terdapat ruang pengetahuan yang kosong yang harus kita cari dan isi. Doa disini bukan hanya terkait masalah duniawi; tetapi juga termasuk dalam hal spiritual. Misalkan, kita berdoa agar diterima taubatnya dan dibersihkan dari segala dosa.

Hakikatnya setiap doa yang kita panjatakan adalah sebuah refleksi dari objek yang telah Allah siapkan. Tidak serta merta kita menginginkan sesuatu di dalam hati, kecuali telah ada objeknya. Tanpa objek yang telah Allah sediakan, pada dasarnya setiap orang tidak akan punya keinginan untuk berdoa. Seperti ketika menginginkan sebuah makanan, karena baunya sudah tercium dari jauh. 

Hanya saja manusia kerap terjebak oleh ketidak-sabaran dan waham (kesalahan pemikiran) tentang dirinya sendiri. Seperti ketika seorang sahabat meminta kepada Rasulullah SAW agar berjodoh dengan seorang perempuan; maka jawaban Rasulullah SAW adalah: sekalipun dirinya dan seluruh malaikan memanjatkan doa maka bila itu bukan haknya dan tidak tertulis di Lauh Mahfudz pasti tidak akan terlaksana. Keinginannya untuk memiliki jodoh adalah sebuah isyarat akan objek yang telah Allah sediakan, tetapi keinginannya akan perempuan tertentu adalah karena syahwat dan wahamnya yang masih belum surut.

Doa membutuhkan pengenalan (ma’rifah) akan Allah dan akan diri sendiri. Allah yang lebih tahu apa yang terbaik bagi makhluknya, lebih dari seorang ibu mengetahui kebutuhan bayinya.[]

Tinggalkan Balasan